::::: Selamat Datang di Blogq ::::: ::::: Semoga kehadiran blog ini bisa bermanfaat bagi kita semua ::::: ::::: Terima Kasih :::::

Rabu, 09 April 2008

Diabetes, Tak Bisa Sembuh

Tak punya riwayat keluarga diabetes, bukan berarti bisa bebas dari diabetes. Banyak faktor lain yang bisa memicu seseorang terkena penyakit ini dan akhirnya terpaksa menjalani sisa hidup dengan penyakit tak tersembuhkan ini.


Mungkin terlewat dari perhatian kita, ternyata diabetes melitus atau kencing manis, kini jadi penyakit yang semakin banyak diderita orang. Berdasarkan data dari PERSADIA (Persatuan Diabetes Indonesia), jumlah diabetisi (penyandang diabetes) mencapai 25,2 juta orang pada tahun 2005 di Indonesia. Padahal, pada tahun 2000 lalu diperkirakan hanya ada 8,4 juta diabetisi di Indonesia. Kondisi yang memprihatinkan ini diungkapkan Prof. DR. dr. Sidartawan Soegondo, SpPD-KEMD, Ketua Umum Perkumpulan Endrokinologi Indonesia (PERKENI), pada acara media briefing yang diadakan Novo Nordisk, sebuah produsen obat-obatan untuk diabetes, April lalu di Jakarta.

Penyakit ini sangat berpotensi menyebabkan kematian. Menurut WHO, diabetes adalah penyebab kematian nomor 4 di dunia yang diakibatkan oleh penyakit kronis. Sementara, penyakit kardiovaskular (seperti penyakit jantung dan stroke), kanker, dan penyakit pernafasan kronis, menduduki urutan satu, dua dan tiga. “Namun ingat,” ujar Profesor Sidartawan, ”penyakit kardiovaskular sendiri seringkali juga disebabkan oleh diabetes. Jadi bayangkan sendiri seberapa berbahayanya penyakit ini. ”

Bermula dari gaya hidup
Menurut Sidartawan, peningkatan jumlah diabetisi yang cukup tinggi ditengarai dipicu oleh gaya hidup tidak sehat, yang ditandai dengan konsumsi makanan tak sehat, seperti fast food yang sarat kalori, juga gerak fisik yang minim dilakukan. Gaya hidup seperti ini mudah menimbulkan kegemukan (obesitas). Dengan berat badan berlebih, resiko seseorang terkena diabetes juga semakin meningkat. “Mudah saja menandainya, semakin banyak orang gemuk, ya semakin banyak juga penyandang diabetes,” terang Guru Besar Fakultas Kedokteran UI ini.

Sangat disayangkan, gaya hidup tak sehat ini ternyata juga sudah diadopsi anak-anak, terutama di perkotaan. Menyantap fast food sudah jadi kegemaran mereka. Aktivitas bermainpun jarang dilakukan karena mereka lebih senang menonton TV atau bermain game di komputer. Alhasil, anak-anak bertubuh tambun mudah dijumpai di mana-mana.

Walau anak-anak gemuk tampak menggemaskan, tapi resiko mereka terkena diabetes cukup tinggi. Profesor Sidartawan mensinyalir saat ini semakin banyak orang berusia muda yang terdeteksi diabetes. Padahal, dulu diabetes dikenal sebagai penyakit yang menyerang orang-orang tua saja. Penyebabnya apalagi kalau bukan gaya hidup tak sehat tadi.
Faktor keturunan memang berperan besar dalam memunculkan penyakit ini pada seseorang. “Seseorang yang mempunyai ayah dan ibu penyandang diabetes, tentu lebih besar kemungkinannya menjadi diabetisi, dibanding mereka yang hanya ayah atau hanya ibunya yang menyandang diabetes,” papar doktor lulusan FKUI ini.

Namun, walau seseorang punya riwayat keluarga yang diabetes, ia masih bisa menghindarkannya selama mungkin sepanjang ia menerapkan gaya hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan sehat dan banyak gerak. Sidartawan mencontohkan dirinya sendiri yang, syukurnya, masih tetap sehat di usia menjelang 60 tahun, walau ibu dan beberapa anggota keluarganya adalah penyandang diabetes. “Saya menjaga berat badan saya agar jangan berlebih,” katanya memberi kiat.

Kadar gula darah tak terkendali
Diabetes atau banyak juga yang menyebutnya sebagai penyakit gula terjadi karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) dalam darah hingga melebihi batas normal. Seseorang dikatakan menyandang diabetes jika hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu mencapai 200 mg/dl atau kadar gula darah setelah puasa mencapai 126 mg/dl.

Glukosa yang dihasilkan oleh segala macam karbohidrat yang kita konsumsi akan dibawa oleh darah dan masuk ke dalam sel untuk diubah sebagai sumber enerji. Untuk masuk ke dalam sel, glukosa memerlukan bantuan insulin, yaitu sejenis hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Tanpa insulin, glukosa tak bisa masuk sel dan terus saja beredar dalam darah, tidak bisa dimanfaatkan dan akhirnya dibuang melalui air seni.

Akibat terbuangnya sumber enerji, wajar saja bila diabetisi merasa lemah dan lemas. Gejala umum yang dirasakan diabetisi adalah sering buang air kecil, mudah lapar dan mudah haus. Kesemutan pada tangan atau kaki serta gatal-gatal juga kerap dialami diabetisi.

Paling tidak ada 4 jenis jenis diabetes yang biasa ditemukan, yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes gestasional (diabetes pada kehamilan) dan diabetes bentuk lain.
Diabetes tipe 1 terjadi akibat kekurangan insulin karena pankreas tidak berfungsi dengan baik. Tidak berfungsinya pankreas dalam memproduksi insulin merupakan bawaan sejak lahir. Kebutuhan insulin terpaksa dipasok dari luar tubuh. “Satu hari mereka paling tidak harus mendapat suntik insulin 3 kali, bahkan sampai 4 kali,” jelas Sidartawan. Karenanya, diabetes tipe 1, yang banyak disandang anak-anak dan remaja ini, juga umum disebut sebagai diabetes yang tergantung dengan insulin.

Sementara itu diabetes tipe 2 terjadi akibat insulin yang diproduksi pankreas tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Diabetes jenis ini juga bisa terjadi karena tubuh tidak merespon secara wajar kerja insulin dalam tubuhnya. Diabetisi tipe 2 ini tidak selalu memerlukan pasokan insulin dari luar karena pankreasnya masih bisa memproduksi insulin sendiri. Maka, ia sering disebut sebagai diabetes yang tidak tergantung insulin. Diabetes tipe 2 adalah diabetes yang paling banyak disandang oleh seluruh diabetisi di dunia, yaitu sekitar 85% - 90% diabetisi.

Diabetes jenis lainnya adalah diabetes gestasional yang terjadi pada wanita hamil. Aktivitas hormon-hormon yang banyak terjadi pada masa kehamilan mengakibatkan kadar gula darah meningkat. Diabetisi tipe 1 dan 2 sangat rentan pada kondisi ini. Karenanya perencanaan kehamilan dan pengawasan selama masa kehamilan begitu diperlukan agar ibu dan bayinya bisa selamat.

Selain itu, diabetes gestasional, antara lain, juga bisa terjadi pada wanita yang sebelum hamil sudah kelebihan berat badan, berusia di atas 35 tahun saat hamil, dan memiliki riwayat diabetes dalam keluarganya. “Diabetes pada wanita hamil biasanya akan hilang setelah ia melahirkan. Tapi, bukan tidak mungkin pula kalau akhirnya diabetes menetap setelah ia melahirkan,” terang Sidartawan.

Sementara itu diabetes bentuk lain, disebabkan faktor genetik, tumor pankreas, penggunaan obat tertentu, dan sebagainya. Diabetes jenis ini terhitung paling sedikit terjadi dibanding diabetes lainnya.

Perawatan untuk diabetisi
“Sekali kena, penyakit ini tidak bisa disembuhkan,” ujar kata Sidartawan. Yang bisa dilakukan hanyalah menjaga agar kadar gula darah tetap normal, yaitu dengan mengatur makanan dan melakukan olahraga serta menggunakan obat-obatan yang dianjurkan. “Ingat, diabetisi boleh makan apa saja, namun perlu diatur jumlahnya,” katanya lagi. Misalnya, lanjut Ketua Umum PERSADIA ini, orang sehat boleh saja makan durian sampai satu buah, namun diabetisi hanya boleh makan satu butir saja.

Dengan kadar gula yang terkontrol, kehidupan seorang diabetisi juga bisa berjalan normal. Sebaliknya bila kadar gula darah tak dijaga, berbagai komplikasi mudah menyerang diabetisi, seperti stroke, kebutaan, penurunan fungsi ginjal, gangguan seksual seperti impotensi, atau kerusakan kaki yang berujung pada amputasi. “Pada kondisi ini, diabetisi bukan lagi disebut ‘penyandang diabetes’, tapi ‘penderita diabetes’, karena diabetes telah memicu timbulnya penyakit-penyakit lain yang membuatnya lebih menderita,” imbuh Sidartawan.

Penggunaan obat-obatan oral dan suntik insulin, sesuai jenis diabetes yang disandang, adalah terapi yang harus dijalani diabetisi seumur hidupnya. Kedisiplinan dalam melakukan terapi ini bisa memperpanjang harapan hidup diabetisi. Tapi memang, biaya perawatan untuk penyakit ini masih terhitung mahal buat masyarakat Indonesia. Karenanya, mencegah terjadinya diabetes ini adalah upaya yang lebih murah dan mesti dilakukan mulai saat ini juga. “Pokoknya jangan sampai gemuk dan banyak gerak. Itu saja,” tegas Sidartawan tentang pencegahan diabetes.


sumber : Annida